makalah kebijakan moneter islam "perbankan Syariah"



KATA PENGANTAR
            Segala puji bagi Allah SWT. Karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami mampu menyelesaikan tugas struktur ini dengan judul makalah “ Kebijakan Moneter dalam Islam” Shalawat serta salam kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW kepada keluarga dan para sahabat beliau.
            Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen pengampu ibu Dewi fatmasari SE, Msi.  mata kuliah Pengembangan Keterampilan Membuat Peta yang sudah memberikan kami kesempatan untuk membuat makalah ini untuk menambah pengetahuan terkait komponen dan kelengkapan peta.
            Tentu dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat berharap adanya kritik dan saran untuk penulisan makalah berikutnya agar lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari – hari.

Cirebon,  November 2015

Penyusun







DAFTAR ISI
KATA PENGANGAR ........................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan .................................................. 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian kebijakan moneter Islam ........................................ 2
B. peranan Bank dalam kebijakan moneter Islam ......................... 3
C. sasaran dan strategi kebijakan moneter islam ...........................  4
D. sumber-sumber ekspansi kebijakan moneter islam ...................  5
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... iii



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Keadilan sosio ekonomi, salah satu sisi yang paling menonjol dari suatu masyarakat Islam yang diharapkan menjadi suatu jalan hidup (way of life) dan bukan sebagai fenomena yang terisolasi, semangat ini harus menembus seluruh interaksi manusia, sosial, ekonomi, dan politik.
Ketidakadilan di suatu daerah telah tersebar ke daerah, satu lembaga yang salah tidak mungkin bisa mempengaruhi yang lain, bahkan dibidang bisnis dan ekonomi, semua nilai harus bergerak kearah keadilan sehingga secara keseluruhan mendukung bukan melemahkan apalagi menghilangkan, keadilan sosio ekonomi.
Di antara ajaran Islam yang paling penting untuk menegakkan keadilan dan membatasi eksploitasi dalam transaksi bisnis adalah pelarangan semua bentuk upaya “memperkaya diri secara tidak sah (aql amwal al-nas bi al-batil) Al-qur’an dengan tegas memerintahkan kaum muslimin untuk tidak saling berebut harta secara batil atau dengan cara yang tidak dapat dibenarkan
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dari kebijakan moneter menurut pandangan islam?
2.      Apa strategi dari kebijakan moneter ?
3.      Apa saja sumber-sumber ekspansi dari kebijakan moneter ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kebijakan moneter
2. Mengetahui strategi dari kebijakan moneter
3. Menyebutkan sumber-sumber ekspansi dari kebijakan moneter






BAB II
KEBIJAKAN MONETER ISLAM

A.    Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
            Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
            Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.[1]
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1)      Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy).
Kebijakan Uang Longgar ( Easy Money) Yaitu kebijakan yang digunakan untuk mengatasi deflasi ( menambah jumlah uang yang beredar) yang dipakai pemerintah untuk mempermudah syarat kredit dengan tujuan meningkatkan produksi.
Contoh easy money policy itu adalah 'discount policy', yaitu menambah jumlah uang yang beredar dengan menurunkan tingkat suku bunga bank (diskonto) oleh bank sentral (BI) terhadap bank umum (bank daerah gitu, kaya danamon, BCA, dll), sehingga keinginan bank umum untuk meminjam dana ke bank sentral meningkat karena bunganya kecil itu. Kalo bank umum minjem uang ke bank sentral, otomatis org yang mengajukan permintaan hutang ke bank umum makin banyak kan? Jadi uang yang beredar di masyarakat jd makin banyak. Yang kedua, 'cash ratio policy'.. pemerintah membuat kebijakan menurunkan persentase persediaan kas minimum bank umum. Nah, dengan menurunkan persediaan kas ini, bank akan menambah pemberian kredit, jd uang yg beredar jd makin banyak.

2)      Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
            Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy).[2]
      Kebijakan Uang Ketat ( Tight Money ) Yaitu kebijakan yang digunakan pemerintah dengan menerapkan kredit selektif untuk membatasi jumlah uang yang beredar ( menekan laju inflasi ) atau Tight Money Policy (Kebijakan Uang Ketat)
Yaitu kebijakan bank sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar atau mengatasi inflasi Kebijakan ini dilakukan dengan:
·         menaikkan suku bunga
·         menjual SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
·         menaikkan cadangan kas
·         membatasi pemberian kredit
Hal ini dilakukan untuk mengatur jumlah uang yang beredar sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dalam suatu sistem perekonomian. Saat jumlah uang yang dibutuhkan dalam sistem perekonomian bertambah, dilakukanlah itu easy money policy. Sebaliknya, kalo jumlah uang yang dibutuhkan dalam sistem perekonomian berkurang, easy money policy tdk dilakukan, takutnya kena inflasi nanti. Jadi pada saat seperti itu, yang dilakukan adalah tight money policy, kebijakan untuk mengurangi jumlah uang beredar
Berkenaan dengan mata uang, Islam memiliki pandangan yang khas. Abdul Qodim Zallum mengatakan bahwa sistem moneter atau keuangan adalah sekumpulan kaidah pengadaan dan pengaturan keuangan dalam suatu negara. Yang paling penting dalam setiap sistem keuangan adalah penentuan satuan dasar keuangan (al-wahdatu al-naqdiyatu alasasiyah) dimana kepada satuan itu dinisbahkan seluruh nilai-nilai berbagai mata uang lain.  

B.     Peranan Bank dalam kebijakan Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
            Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

C.    Sasaran dan strategi kebijakan ekonomi dalam islam      
              Kestabilan makroekonomi merupakan hasil dari sebuah upaya yang konsisten dan integral yang dilakukan oleh Bank Indonesia bersama pemerintah melalui kebijakan moneter, perbankan, dan fiskal. Di bidang moneter, strategi kebijakan moneter untuk secara konsisten diarahkan pada kestabilan harga melalui  pencapaian target inflasi jangka panjang dengan tetap memberikan ruang gerak pada pemulihan ekonomi jika inflasi bergerak pada arah yang kondusif. Di bidang perbankan, restrukturisasi dan reformasi sektor perbankan terus dilakukan untuk memperbaiki struktur neraca sekaligus memperkuat infra struktur menuju sistem perbankan yang tangguh yang ikut memberikan kontribusinya dalam menciptakan stbilitas sistem keuangan.
              Kebijakan moneter dilakukan oleh Bank Indonesia adalah untuk mengendalikan laju inflasi dan membantu kestabilan nilai tukar karena stabilitas harga merupakan  prasyarat bagi pemulihan dan kelancaran roda perekonomian. Dalam  proses perubahan struktural  yang terus berlangsung, pengendalian moneter dengan menggunakan intermediate target base money menjadi kurang efektif, terutama karena tranmisi kebijakan moneter masih terus berubah dan hubungan antara intermediate target dengan inflasi sebagai final target selalu berubah.
Dalam kondisi yang demikian, salah satu alternatif yang dilakukan adalah mentargetkan secara langsung kepada sasaran akhir kebijakan moneter yaitu inflasi atau yang sering disebut sebagai inflation targeting.
Inflation targeting adalah sebuah kerangka kebijakan yang dicirikan paling tidak oleh tiga hal yaitu kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai target inflasi yang diumumkan secara eksplisit kepada publik, kebijakan moneter dilakukan dengan merespon perkembangan inflasi kedepan dan kebijakan moneter dilakukan secara transparan dengan akuntabilitas yang terukur.
Dalam sebuah perekonomian islam, permintaan terhadap uang akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya . Permintaan terhadap uang karena motif spekulatif pada dasarnya di dorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis. Suatu penurunan dalam suku bunga dibarengi dengan harapan tentang kenaikannya akan mendorong individu dan perusahaan untuk meningkatkan jumlah uang yang dipegang. Karena suku bunga seringkali berfluktuasi pada perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus-menerus dalam jumlah uang yang di pegang oleh publik.
Preferensi likuiditas memang membantu dalam hal sekuritas pembawa bunga dan aset karena menunggu berarti mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi manakala suku bunga meningkat. Sebagian individu dapat menunggu dalam memilih waktu yang tepat untuk membeli aset investasi tertentu, tetapi hal ini akan didasarkan pada penilaian personal yang tidak bersifat umum dan mungkin dapat dig anti dengan keputusan lain untuk membeli hal yang sama atau menginvestasikan dalam bentuk aset lain.
Karena itu, variable yang akan dipakai dalam suatu kebijakan moneter yang diformulasikan dalam sebuah perekonomian islam adalah cadangan uang daipada suku bunga. Bank sentral islam harus menjalankan kebijakan moneternya untuk menghasilkan suatu pertumbuhan dalam sirkulasi uang yang mencukupi untuk membiayai pertumbuhan potensial dalam output selama periode jangka menengah dan panjang dalam kerangka harga-harga yang stabil dan sasaran sosioekonomi islam lainnya. Tujuannya adalam menjamin bahwa ekspansi moneter tidak bersifat kurang mencukupi atau berlebihan tetapi cukup untuk sepenuhnya mengeksploitasi kapasitas perekonomian agar dapat mensuplay barang-barang dan jasa bagi kesejahteraan yang berbasis luas.
Sementara strategi di atas mengakui pentingnya mengatur pertumbuhan suplay uang untuk mengelola perekonomian secara baik, tidak berarti dengan sendirinya mengandung pengertian suatu pendekatan moneteris yang sederhana atau suatu komitmen kepada segi-segi ideologinya.
Strategi kebijakan ekonomi dalam islam
Strategi Kebijakan Ekonomi Islam Permintaan terhadap uang karena motif spekulatif pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga pada perekonomian kapitalis. Suatu penurunan dalam suku bunga dibarengi dengan harapan tentang kenaikannya akan mendorong individu dan perusahaan untuk meningkatkan jumlah uang yang dipegang. Penghapusan bunga dan kewajiban membayar zakat dengan laju 2,5 persen per tahun tidak saja akan meminimalkan permintaan spekulatif terhadap uang dan mengurangi efek suku bunga ”terkunci”, tetapi juga akan memberikan stabilitas yang lebih besar bagi permintaan total terhadap uang.
Hal ini lebih jauh akan diperkuat oleh sejumlah faktor antara lain sebagai berikut :
1.      Aset pembawa bunga tidak akan tersedia dalam sebuah perekonomian Islam, sehingga orang yang hanya memegang dana likuid menghadapi pilihan apakah tidak mau terlibat dengan resiko dan tetap memegang uangnya dalam bentuk cash tanpa memperolah keuntungan, atau turut berbagi resiko dan menginvestasikan uangnya pada aset bagi hasil sehingga mendapatkan keuntungan.
2.      Peluang investasi jangka pendek dan panjang dengan berbagai tingkatan resiko akan tersedia bagi para investor tanpa memandang apakah mereka adalah pengambil resiko tinggi atau rendah,.
3.      Dapat diasumsikan bahwa --kecuali dalam keadaan resesi-- tak akan ada pemegang dana yang cukup irasional untuk menyimpan sisa uangnya setelah dikurangi oleh keperluan-keperluan transaksi dan berjaga-jaga selama ia dapat menggunakan sisanya yang menganggur untuk melakukan investasi pada aset bagi hasil untuk menggantikan paling tidak sebagian efek erosif zakat dan inflasi, sejauh dimungkinkan dalam sebuah perekonomian Islam.
4.      Laju keuntungan --berbeda dari laju suku bunga-- tidak akan ditentukan di depan
D. Sumber-sumber Ekspansi Moneter Islam
Untuk menjamin bahwa pertumbuhan moneter mencukupi dan tidak berlebihan perlu memonitor secara hati-hati tiga sumber utama ekspansi moneter. Dua diantaranya adalah domestic. Pertama, membiayai defisit anggaran pemerintah dengan meminjam dari bank sentral. Kedua, ekspansi deposito melalui penciptaan kredit pada bank-bank komersial. Ketiga, bersifat eksternal, yaitu menguangkan suplai neraca pembayaran luar Negeri.
1.         Defisit Fiskal
       Tak ada kontroversi di kalangan ekonomi mengenai apakah defisit fiskal dapat dan memang telah di lakukan menjadi sumber penting bagi ekspansi moneter “ekspansif”. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengambil sumber-sumber riil pada laju yang lebih cepat dari yang berkesinambungan pada tingkat harga yang stabil, dapat menimbulkan peningkatan defisit fiskal dan mempercepat penawaran uang sehingga menambah laju inflasi. Bahkan di Negara-negara industri uatama, defisit fiskal yang besar telah menjadi sebab uatam kegagalan memenuhi target suplai uang.
       Hal ini cenderung menggeser beban perjuangan dalam menghapuskan inflasi pada kebijakan moneter. Akan tetapi, seperti yang secara sangat tepat dinyatakan oleh para ekonom yang tergabung dalam Economists Advisory Group Bussiness Research Study, “Makin besar ketergantungan sektor pemerintah kepada system perbankan, makin sukar bagi bank sentral untuk melakukan suatu kebijakan moneter yang konsisten. Karena itu, kalau tidak ingin kebijakan moneter menjadi kurang efektif atau terlalu restriktif, harus ada koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk merealisasikan tujuan-tujuan nasional. Ini menggaris bawahinya perlunya suatu kebijakan fiskal yang noninflasioner dan realistis di Negara-negara muslim.
       Dalam bukunya Chapra mengatakan bahwa, bank sentral harus menjadi pusat sistem perbankan, ia harus menjadi sebuah institusi pemerintah yang otonom, yang bertanggung jawab untuk merealisasikan sasaran-sasaran ekonomi Islam di bidang keuangan bank. Dalam upaya untuk pencapaian tujuan tersebut bank harus dapat menggunakan instrumen dan metode apapun yang diperlukan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bank sentral tidak dapat merealisasikan sasaran stabilitas moneter tanpa bantuan pemerintah[3].
       Karena itu, suatu pemerintahan muslim yang bersungguh-sungguh komitmen kepada pencarian sasaran ini harus melakukan suatu kebijakan fiskal yang konsisten dengan sasarannya. Ini lebih penting karena pasar-pasar uang di Negara-negara muslim relative terbelakang dan kebijakan moneter tidak dapat berperan efektif dalam meregulasi suplai uang, seperti yang dapat dilakukan dalam kebijakan fiskal.
       Perlunya mengeliminasi pengeluaran yang tidak produktif dan mubazir merupakan kewajiban agama bagi setiap muslim. Akan tetapi, terutama bagi pemerintah , hal ini tidak bisa dihindari karena mereka menggunakan sumber-sumber daya yang sediakan oleh rakyat sebagai suatu amanah dan menggunakannya secara mubazir atau tidak produktif merupakan suatu pengkhianatan terhadap amanah ini.
       Kesungguh-sungguhan dalam menggunakan dana-dana tidak dapat dicapai hanya dengan menghapuskan hiasan-hiasan luarnya. Ia memerlukan suatu pandangan yang hati-hati terhdap keseluruhan program pengeluaran sesuai dengan ajaran-ajaran islam; memusatkan perhatian hali itu akan dibelanjakan. Kalau hal itu tidak dilakukan, suatu pemerintah muslim yang tidak bertanggung jawab, akan menemukan sumber-sumber dayanya kepada pasar tertutup, sehingga akan melakukan pinjaman secara semena-mena dari bank sentral dan hal ini akna menyebabkan kehancuran perekonomian di samping menggagalkan realisasi pemenuhan sasaran islam.
       Sesudah semua pengeluaran yang tidak perlu dan mubazir dieliminasi, neraca pengeluaran pemerinatah dapat dibagi menjadi tiga bagian , (1) pengeluaran rutin, (2) pengeluaran proyek, dan (3) pengeluaran darurat.
2.      Penciptaan Kredit Bank Komersial
Bank menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 adalah Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Salah satu Kegiatan Perbankan antara lain: Menghimpun dana dari masyarakat, Menyalurkan kredit kepada masyarakat dan Memberikan jasa-jasa kepada masyarakat. Kesimpulannya, Simpanan bank komersial menyumbangkan bagian yang cukup signifikan dalam keseluruhan persediaan uang. Simpanan tersebut dapat berupa simpanan utama yang menyediakan sistem perbankan uang basis (uang kontan dalam bank dan simpanan di bank sentral) atau simpanan derivatif (deposito derivative) yang alam sistem cadangan yang popoional mewakili uang yang diciptakan oleh bank komersial dalam proses perluasan kredit dan menyumbangkan ekspansi moneter.
Karena deposit derivative cenderung menigkatkan penawaran uang dengan cara yang sama seperti uang yang dikeluarkan pemerintah atau bank sentral. Akan tetapi Deposito derivative mempunyai potensi inflasioner, sehingga ekspansi dalam deposito derivative harus diatur jika ingin pertumbuhan moneter dapat dicapai.
Deposito bank komersial merupakan bagian penting dari penawaran uang sebagai kemudahan untuk analisis, deposito ini dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, deposito primer yang menyediakan system perbankan dengan basis uang (uang kontan dalam bank + deposito di bank sentral). Kedua, deposito derivative yang dalam sebuah system cadangan proporsional mewakili uang yang diciptakan oleh bank komersial dalam proses perluasan kredit dan merupakan sumber utama ekspansi moneter dalam perekonomian dengan kebijakan perbankan yang sudah maju.
Penciptaan kredit harus sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank komersial. Ini dapat dilakukan dengan mengatur penyediaan uang pokok bagi bank-bank komersial dan membatasi bank untuk membuat cadangan kas tidak efektif.
Dalam sistem kredit dan keuangan Islam, bank-bank komersial yang memilki hak istimewa untuk meminta deposito, harus beroperasi berdasarkan cadangan 100%. Cadangan-cadangan ini kebanyakan didepositokan dalam sistem perbankan pusat atau secara aktual ditarik dari peredaran. Bila tidak bank-bank itu menyediakan semua jasa lain tanpa bunga.[4]
Dalam ekonomi Islam, kredit untuk kegiatan-kegiatan produktif baik jangka panjang maupun jangka pendek adalah fungsi moneter. Kredit moneter itu digunakan sebagai alat utama dalam kebijakan moneter melalui[5]:
a.       Tenggang waktu pinjaman
b.      Persyaratan presentase pendanaan oleh peminjam
c.       Persyaratan kelayakan untuk mendapatkan kredit
d.      Perlindungan untuk kredit dalam jumlah besar
3.      Surplus Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran surplus berarti jumlah penerimaan lebih besar dari jumlah penerimaan lebih besar dari jumlah pengeluaran. Surplus Neraca pembayaran yang berkepanjangan akan kurang berarti, jika tidak digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Hanya sebagian kecil neraca-neraca muslim menikmati surplus neraca pembayaran sedangkan sebagian besar dari mereka mengalami defisit. Mereka yang mengalami surplus, surplus itu tidak terjadi dalam sektor swasta dan tidak menyebabkan suatu ekspansi otomatis dalam penawaran uang. Ia terjadi hanya karena pemerintah menguangkan surplus dengan membelanjakannya secara domestik, sedangkan defisit neraca pembayaran sektor swasta tidak menggantikan ini secara memadai.
Di Negara-negara yang mengalami defisit, sumber utama defisit berasal dari ekpansi moneter yang tidak sehat di barengi dengan konsumen mencolok dari sector swasta dan pemerintah melalui defisit transaksi berjalan dan kebocoran modal “bawah tanah”. Hal ini tidak dapat dihapuskan tanpa reformasi sosio ekonomi pada tingkatan yang lebih dalam dan kebijakan fiskal maupun moneter sesuai dengan ajaran-ajaran islam.























BAB III
KESIMPULAN
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
            Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
            Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.[6]
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
2. Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
            Kebijakan  moneter tidak akan berjalan dengan jika tidak dibarengi oleh kebijakan pemerintah yaitu kebijakan fiskal. Jadi perlulah kesinambungan antara kebijakan moneter dan fiskal.


[1] Ir.Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, hal. 22
[2] Raharja Pratama, Pengantar Ekonomi, Mandala Manurung, Jakarta, 2005, hal 269
[3] Nurul Huda et al, Ekonomi Makro Islam pendekatan teoritis, Jakarta: Kencana, 2009, hal: 196
[4] Monzer Kahf, Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, hal:100
[5] Ibid, hal:103

Komentar

Postingan populer dari blog ini

puisi cinta VIRGOUN dalam SURAT CINTA UNTUK STARLA

Economic Engineering-Economic-Harga BBM dan Listrik Tak Naik pada April-Juni 2017

Resiko Deteksi dan Pengujin Substantif