Resiko Deteksi dan Pengujin Substantif
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah-masalah dalam laporan keuangan merupakan hasil dari kelemahan
pengendalian internal yang sangat serius. Maka dari itu di dalam sebuah
perusahaan harus ada yang namanya pengendalian internal.
Pengendalian internal dapat mengurangi bukti audit
yang direncanakan dalam audit atas laporan keuangan. Untuk melakukan penilaian
atas komponen risiko pengendalian dalam model risiko audit, auditor harus
mendapatkan pemahaman atas pengendalian internal dan mendapatkan bukti-bukti
yang mendukung penilaian tersebut.[1]
Pengendalian internal ini dilakukan agar komponen
risiko dapat diketahui dan dapat dinilai. Penilaian risiko-risiko harus
dinilai, karena penilaian risiko merupakan langkah awal auditor menyusun laporan
keuangan. Memberikan tinjauan mengenai proses pemahaman pengendalian internal
dan penilaian risiko pengendalian internal untuk suatu audit terintregrasi atas
laporan keuangan dan efektifitas pengendalian internal terhadap laporan
keuangan.[2] Sehingga, para auditor dapat paham atas
pengendalian internal dan melakukan pengujian yang diperlukan untuk mengaudit
pengendalian internal dan melakukan pengujian untuk pengauditan atas laporan
keuangan.
Risiko pengendalian ada beberapa macam, salah satunya
yaitu Risiko Deteksi. Dimana Risiko Deketsi mengharuskan auditor tidak salah
saji dalam mengaudit laporan keuangan. Dan Risiko Deteksi harus direncankan
serta diuji dengan menggunakan pengujian substantif. Oleh karena itu, penulis
mencoba mengangkat tema ini dalam makalah yang berjudul “ Risiko Deteksi dan Perencanaan
pengujian Substantif” .
B. Rumasan Masalah
1.
Jelaskan apa itu yang dimaksud Risiko Deteksi ?
2.
Bagaimana cara menentukan Risiko deteksi ?
3.
Bagaimana merancang Pengujian Substantif ?
4.
Bagaimana mengembangkan Program Audit untuk Pengujian
Substantif ?
5.
Apa yang menjadi Pertimbangan-pertimbangan Khusus
dalam Perancangan Pengujian Substantif ?
C.
Tujuan
Penulisan Makalah
1.
Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Risiko Deteksi.
2.
Mengetahui cara menentukan Risiko Deteksi terhadap
Audit.
3.
Mengetahui bagaimana merancang pengujian substantif.
4.
Mengetahui bagaimana mengembangkan Program Audit untuk
Pengujian Substantif .
5.
Memahami Pertimbangan-pertimbangan Khusus dalam Perancangan
Pengujian Substantif.
BAB II
RISIKO
DETEKSI DAN PERENCANAAN PENGUJIAN SUBSTANTIF
A. Pengertian Risiko Deteksi
Setiap
kegiatan mengandung Risiko. Menurut teori keuangan semakin besar risiko semakin
besar hasilnya. Risiko ini timbul apabila kenyataan yang ada tidak sama dengan
rencana yang dibuat.
Dalam audit perusahaan risiko yang dihadapi yaitu
risiko audit. Dimana risiko audit yaitu “kemungkinan
Akuntan mengeluarkan pendapat wajar atas laporan keuangan yang mengandung
kesalahan yang material yang seharusnya diberikan pendapat selain pendapat
wajar”. (Harahap, 1992)[3]
Risiko audit dibagi dalam beberapa jenis. Dan risiko deteksi salah satu yang
termasuk kedalam risiko audit.
Dua kualitas yang paling penting dari
seorang auditor adalah independensi dan kompetensi. Kepada siapa
laporan-laporan auditor ditujukan adalah penting untuk memastikan bahwa
penyelidikan dan rekomendasi yang dibuat tidak menyimpang (bias). Persyaratan khusus
untuk independensi telah ditetapkan dalam Statement
Of Responsibilities Of Internal Auditing. Independensi memungkinkan auditor
menyampaikan pertimbangan yang tidak memihak dan tidak menyimpang yang esensial
bagi pelaksanaan audit yang layak.[4]
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan
menemukan salah satu material yang ada dalam sebuah asersi. [5]
Risiko ini berasal dari adanya kemungkinan akuntan tidak menemukan kesalahan
atau penyelewengan yang sifatnya material sewaktu melaksanakan audit.[6]
Risiko deteksi ini seperti risiko yang dihadapi dalam sampling risk dan non-sampling risk. Dalam sampling
risk auditor berisiko memilih sampel yang tidak mewakili seluruh populasi.
Meskipun sampel telah diperiksadengan cermat dan temuan atas sampel
didokumentasikan denan baik, kesimpulan mengenai seluruh populasi keliru. Dalam
non-sampling risk auditor, meskipun
sampelnya sudah benar, yaitu mewakili seluruh populasi, namun masih ada risiko
bahwa sampel itu tidak diperiksa dengan cermat.[7]
Risiko sampel merupakan risiko dimana seorang auditor
mencapai sebuah kesimpulan yang tidak benar karena sampelnya tidak
respresentatif terhadap populasi. Risiko sampel merupakan bagian melekat pada
pemilihan sampel dari pengujian yang kurang terhadap keseluruhan populasi.
Sedangkan risiko non-sampel adalah
risiko dimana pengujian audit tidak mampu mengungkap pengecualian-pengecualian
yang ada dalam sampel tersebut. Dua penyebab risiko non-sampel ini adalah
kegagalan auditor dalam mengenali pengecualian dan prosedur audit yang tidak
tepat atau tidak memadai.[8]
Sedangkan Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk
menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor
sebagai komponen keempat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk
suatu pernyataan/asersi.[9]
Merancang pengujian substantif meliputi :Sifat, Waktu, Luas Pengujian,
Penentuan staf audit. Rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan
yang dinyatakan dengan model sebagai berikut:[10]
RD = RA/RB x RP
Keterangan :
RA = Risiko Audit
RB = Risiko Bawaan
RP = Risiko Pengendalian
RD = Risiko Deteksi
Model diatas menunjukkan bahwa
pada suatu tingkat risiko audit tertentu (RA) yang ditetapkan auditor, risiko
deteksi (RD) adalah berhubungan terbalik dengan tingkat risiko bawaan (RB) dan
risiko pengendalian (RP) yang ditentukan. Apabila digunakan dalam tahap
perencanaan untuk menetapkan rencana risiko deteksi, maka RP mencerminkan
rencana tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan sebagai komponen pertama
dari strategi audit awal.[11]
Dan dibawah ini merupakan hubungan antara strategi,
risiko deteksi yang direncanakan, audit pendahuluan, dan tingkat
pengujian substantif.[12]
Strategi Audit Pendahuluan
|
Risiko Deteksi yang Direncanakan
|
Memperoleh Keyakinan yang Direncanakan dari :
|
Tingkat Pengujian Substantif yang Direncanakan
|
Pendekatan pengujian substantif utama yang
menekankan pengujian rincian
|
Rendah atau sangat rendah
|
Pengujian rincian atas transaksi dan saldo
|
Tingkat yang lebih tinggi
|
Tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih
rendah
|
Sedang atau tinggi
|
Pengujian pengendalian
|
Tingkat yang lebih rendah
|
Pendekatan pengujian substantif utama yang
menekankan prosedur analitis
|
Rendah atau sangat rendah
|
Prosedur analitis
|
Tingkat yang lebih tinggi
|
Penekanan pada risiko bawaan dan prosedur analitis
|
Sedang atau tinggi
|
Bukti mengenai risiko bawaan dan prosedur analitis
|
Tingkat sedang atau lebih rendah
|
Risiko
deteksi terencana merupakan ukuran risiko bahwa bukti audit atas segmen tertentu
akan gagal mendeteksi keberadaan salah saji yang melebihi suatu nilai salah
saji yang masih dapat ditoleransi. Jika nilai risiko deteksi terencana
berkurang, maka auditor harus mengumpulkan lebih banyak bukti audit untuk
mencapai nilai risiko deteksi yang berkurang, risiko ini menentukan nilai bukti
subtantif yang direncanakan oleh auditor untuk dikumpulkan.
B.
Penentuan Resiko Deteksi
1.
Evaluasi atas rencana tingkat pengujian substantif
Apabila
tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian awal,
auditor bisa melangkah ke tahap perancangan pengujian substantif spesifik
berdasarkan rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan sebagai
komponen ke empat dari strategi audit awal. Namun apabila tidak, tingkat pengujian
substantif harus direvisi sebelum merancang pengujian substantif spesifik untuk
mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang bisa diterima setelah direvisi.[13]
2.
Merevisi Rencana Risiko Deteksi
Apabila
memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima akhir (setelah
direvisi) ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana
risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian
sesungguhnya atau akhir bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk asersi
yang bersangkutan. Apabila auditor memutuskan untuk mengkuantifikasi penetapan
risiko, maka tingkat risiko deteksi setelah direvisi dapat ditentukan dengan
menyelesaikan persamaan dalam model risiko audit untuk risiko deteksi. Jika
risiko tidak dikuantifikasi, risiko deteksi setelah direvisi ditentukan
berdasarkan pertimbangan (judgement).[14]
C.
Penetapan
Risiko Deteksi Untuk Pengujian Substantif yang Berbeda atas Asersi yang Sama
Risiko deteksi menyangkut risiko bahwa semua pengujian
substantif yang digunakan untuk mendapatkan bukti tentang suatu asersi, secara
kolektif akan gagal dalam mendeteksi salah saji material. Dalam merancang
pengujian substantif, auditor kadang kadang menginginkan untuk menetapkan
tingkat risiko deteksi berbeda yang akan digunakan dalam pengujian substantif
yang berbeda pula mengenai asersi yang sama. Sebagai contoh, berdasarkan asumsi
bahwa bukti yang diperoleh dari suatu pengujian atau sejumlah pengujian akan
mengurangi risiko salah saji material tetap tak terdeteksi setelah pengujian dilakukan,
maka akan lebih tepat untuk menggunakan tingkat risiko deteksi lebih tinggi
untuk pengujian selebihnya.
1.
Perancangan Pengujian Substantif
Untuk mendapatkan dasar yang masuk akal dalam memberi
pendapat atas laporan keuangan kliennya, auditor harus memperoleh bukti
kompeten yang cukup seperti disyaratkan oleh standar pekerjaan lapangan ketiga
dalam standar auditing. Pengujian substantif di satu sisi bisa menghasilkan
bukti tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan, dan di
sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan bukti yang menunjukkan
adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan
transaksi dan saldo- saldo. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan
sifat, saat, dan luas pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.[15]
2.
Sifat Pengujian Substantif
Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis
dan keefektifan prosedur pengauditan yang akan dilakukan. Bila tingkat risiko
deteksi yang diterima rendah maka auditor harus menggunakan prosedur yang lebih
efektif dan biasanya lebih mahal. Dan bila risiko deteksi yang diterima tinggi
auditor menggunakan prosedur yang kurang efektif yang biasanya lebih murah. Pengujian substantif terdiri dari tiga jenis yaitu :
a. Prosedur Analitis
Prosedur analitis seringkali dipandang kurang efektif bila dibandingkan
dengan pengujian detil. Namun demikian, dalam keadaan tertentu prosedur ini
justru dipandang lebih efektif. Sebagai contoh, perbandingan antara jumlah
seluruh pembayaran kepada seorang pemasok dengan barang yang sesungguhnya
diterima, bisa memberi petunjuk tentang adanya kelebihan pembayaran. Hal ini
mungkin tidak terdeteksi pada waktu dilakukan pengujian atas masing-masing
transaksi pembayaran kepada pemasok.
Dalam hal tertentu jika prosedur analitis dipandang efektif, pelaksanaan
prosedur ini juga bisa menghemat biaya audit. Hal seperti itu biasanya nampak
pada audit atas perusahaan-perusahaan tertentu seperti perusahaan listrik, gas,
dan telepon.
PSA No.22, Prosedur Analitis (SA 329.11), menyatakan bahwa efektivitas dan
efisiensi prosedur analitis tergantung pada : [16]
1) Sifat asersi
2) Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
3) Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk membuat taksiran
4) Ketepatan taksiran
Apabila hasil prosedur analitis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko
deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu
melakukan pengujian detil. Prosedur analitis biasanya ,tidak begitu mahal biaya
pelaksanaannya. Oleh karena itu, auditor perlu mempertimbangkan seberapa jauh
prosedur ini dapat digunakan untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat
diterima sebelum auditor memutuskan untuk melakukan pengujian detil.
b. Pengujian Detil Transaksi
Pengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran (Tracing) dan
pencocokan ke dokumen pendukung (vouching). Sebagai contoh, detil
transaksi bisa ditelusur dari dokumen pendukung. Misalnya faktur penjualan dan
voucher ke dalam catatan akuntansi seperti jurnal penjualan dan dan register
voucher.
Dalam pengujian ini auditor memeriksa sebagian (dengan sampel) atau seluruh
pendebetan dan pengkreditan atas suatu rekening. Hasil pengujian tersebut
digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan.
Pengujian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen yang
terdapat dalam arsip klien. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur dan
dokumen yang digunakan.
Pengujian detil transaksi biasanya lebih banyak menyita waktu dan biayanya
juga lebih mahal. Efisiensi biaya akan tercapai bila auditor melaksanakan
pengujian bebarengan dengan pengujian pengendalian yang disebut pengujian
bertujuan ganda.
c. Pengujian Detil Saldo-saldo
Pengujian detil atas saldo-saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti secara
langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan pada masing-masing pendebetan
atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut. Efektifitas pengujian
ini juga tergantung pada prosedur yang digunakan dan tipe bukti yang diperoleh.
Berikut
adalah contoh bagaimana efektifitas pengujian atas saldo-saldo dapat
direncanakan untuk memenuhi berbagai tingkat risiko deteksi untuk asersi
penilaian atau pengalokasian rekening kas di bank.[17]
Risiko Deteksi
|
Pengujian Detil atas
Saldo-Saldo
|
Tinggi
|
Periksa sekilas (scan)
rekonsiliasi bank yang dibuat klien dan verifikasi ketelitian perhitungan
dalam rekonsiliasi
|
Moderat
|
Review rekonsiliasi bank
yang dibuat klien dan verifikasi bagian-bagian penting rekonsiliasi serta
ketelitian perhitungan dalam rekonsiliasi
|
Rendah
|
Buatlah rekonsiliasi bank
dengan menggunakan laporan bank yang diperoleh dari klien dan periksa
bagian-bagian penting rekonsiliasi serta ketelitian perhitungan
|
Sangat Rendah
|
Dapatkan laporan bank
langsung dari bank, buatlah rekonsiliasi bank, dan verifikasi semua hal yang
direkonsiliasi serta ketelitian perhitungan
|
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa apabila risiko deteksi
tinggi, maka auditor cukup menggunakan dokumen intern dan melakukan hanya
sedikit prosedur audit. Apabila risiko deteksi sangat rendah, auditor akan
menggunakan dokumen yang diperoleh langsung dari bank dan melaksanakan prosedur
audit yang ekstensif.
Pengujian detil atas saldo-saldo sering melibatkan dokumen-dokumen ekstern
dan pengetahuan langsung dari auditor. Oleh karena itu, penggunaan prosedur
tersebut akan sangat efektif, namun di sisi lain akan memakan waktu dan biaya
yang relatif mahal.
3.
Saat Pengujian Substantif
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa
berpengaruh pula pada saat pengujian substantif. Bila risiko deteksi tinggi
pengujian bisa dilakukan beberapa bulan seblum akhir tahun, apabila risiko
deteksi rendah pengujian substantif akan dilakukan pada tanggal akhir tahun
atau mendekati akhir tahun.
4.
Pengujian Substantif Sebelum Tanggal Neraca
Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil
suatu rekening pada tanggal interim. Keputusan untuk melakukan pengujian
sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada pertimbangan apakah auditor
dapat (a) Mengendalikan tambahan risiko,
(b) Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun. Kondisi-kondisi
yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko :[18]
a.
Struktur pengendalian intern selama periode tersisa
cukup efektif
b.
Tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi
manajemen untuk membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode
tersisa.
c.
Saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal
interim bias diprediksi secara masuk akal, baik mengenai jumlah, hubungan
signifikan, maupun komposisinya.
d.
Sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai
transaksi tak biasa yang signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.
Pengujian substantif sebelum tanggal neraca tidak
meninggalkan kebutuhan akan pengujian substantif pada tanggal nereca. Pengujian
untuk periode tersisa harus mencakup :[19]
a.
Perbandingan saldo rekening-rekening pada dua tanggal
untuk mengidentifikasi jumlah-jumlah yang nampak tidak biasa dan menyelidiki
atas jumlah-jumlah tersebut.
b.
Prosedur analisis lain atau pengujian substantif detil
lainnya untuk mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit
interim ke tanggal neraca.
5.
Luas Pengujian Substantif
Auditor bisa menentukan jumlah bukti yang harus
diperoleh dengan mengubah luas pengujian substantif yang dilakukan. ‘’Luas’’
dalam praktik mengandung arti banyaknya item ada besarnya sampel yang dilakukan
pengujian atau diterapkan prosedur tertentu. Penentuan sampel secara statistik
dalam pengujian substantif dapat dilakukan untuk membantu auditor dalam
menentukan ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko
deteksi.
D. Pengembangan
Program Audit untuk Pengujian Substantif
Perancangan pengujian substatif meliputi penentuan
sifat, saat, dan luasnya pengujian substantif untuk setiap asersi laporan
keuangan yang signifikan. Auditor menghubungkan asersi-asersi, tujuan, khusus
audit,dan pengujian substantif dalam mengembangkan program audit tertulis untuk
pengujian substantif.
Tujuan suatu audit laporan keuangan secara keseluruhan
adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah disajikan
secara wajar, dalam segala hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum. Dalam merancang pengujian subtantif, auditor harus menenukan
bahwa pengujian yang tepat telah diidentifikasi untuk mencapai tujuan audit
spesifik yang berkaitan dengan setiap asersi.[20]
1.
Program Audit Untuk Pengujian Substantif
Program
audit adalah daftar prosedur-prosedur audit yang harus dilakukan. Sebagai
tambahan daftar prosedur audit, setiap program audit harus memiliki kolom-kolom
untuk :
a)
Suatu referensi silang ke kertas kerja lain yang
berisi bukti yang diperoleh dari setiap prosedur (bila memungkinkan).
b)
Paraf auditor yang malaksanakan masing-masing
prosedur.
c)
Tanggal pelaksanaan prosedur diselesaikan.
Dampak
praktik, auditor kadang-kadang membuat rincian yang berbeda untuk hal-hal
tertentu dalam program auditnya. Dalam keadaan bagaimanapun program audit
hendaknya cukup detil agar dapat memberikan :
a)
Garis-garis besar pekerjaan yang akan dilakukan.
b)
Dasar untuk koordinasi, supervise, dan pengawasan
audit.
c)
Catatan mengenai pekerjaan yang dilakukan.
2.
Rerangka Umum Pengembangan Program Audit Untuk
Pengujian Substantif
Apabila
program audit dibuat untuk piutang dagang dan investasi jangka pendek, maka
langkah audit yang perlu dilakukan :
a)
Verifikasi kebeneran penjumlahan dan tentukan
kecocokan antara rekening control piutang dagang.
b)
Verifikasi kebenaran penjumlahan dan tentukan
kecocokan rekening investasi di buku besar dengan daftar detil investasi.
3.
Rerangka Umum untuk pengembangan program audit untuk
pengujian substantif
Perencanaan Awal :
a)
Identifikasi asersi-asersi laporan keuangan yang harus
dicakup oleh program audit.
b)
Kembangkan tujuan-tujuan audit spesifik untuk setiap
kategori asersi.
c)
Tentukan risiko bawaan dan risiko pengendalian, dan
tentukan pula tingkat risiko deteksi akhir untuk setiap asersi, sejalan dengan
tingkat risiko audit keseluruhan dan tingkat materialistas yang dapat diterima.
Berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh dari prosedur-prosedur untuk mendapatkan pemahaman
mengenai kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang relevan, bayangkan
catatan akuntansi, dokumen pendukung, dan proses akuntansi, dan proses
pelaporan keuangan yang berhubungan dengan asersi-asersi.
4.
Pertimbangkan pilihan-pilihan yang berhubungan dengan
perancangan pengujian substantif:
Alternatif
untuk mengakomodasi berbagai tingkat resiko deteksi yang dapat diterima:
Sifat :
Prosedur analitis
Pengujian detail transaksi
Pengujian detail saldo-saldo
Saat: Interim atau akhir tahun
Luas: Besarnya sampel
Berbagai tipe bukti pendukung yang mungkin tersedia:
Analisis dokumen
perhitungan fisik
Konfirmasi elektonik pernyataan tertulis
lisan
Berbagai tipe prosedur audit yang tersedia.
Prosedur analitis
Konfirmasi
observasi
Teknik audit
Perhitungan
Inspeksi
Pengajuan
pertanyaan
Penelusuran
Pencocokan ke dokumen
Pengerjaan ulang
berbantuan Computer
Pengujian
substantif untuk dimasukkan ke dalam program audit
a)
Tentukan prosedur awal untuk :
1)
Menelusur saldo awal ke kertas kerja tahun lalu (jika
mungkin dilakukan)
2)
Mereview aktivitas dalam rekening buku besar dan
menyelediki hal hal yang tidak biasa.
3)
Memeriksa kebenaran penjumlahan pada catatan pendukung
atau daftar untuk digunakan pada pengujian berikutnya, dan memeriksa
kecocokannya dengan saldo di buku besar, untuk meyakinkan adanya kecocokan
diantara keduanya.
b)
Tentukan prosedur analitis yang akan digunakan
c)
Tentukan pengujian detail transaksi yang akan
dilakukan
d) Tentukan
pengujian detail saldo-saldo yang akan dilakukan (sebagai tambahan atas a 1, 2,
3 diatas)
e)
Pertimbangkan apakah ada ketentuan atau prosedur
khusus yang bisa diterapkan pada asersi yang sedang diuji, seperti
prosedur-prosedur yang ditetapkan PSA (sebagai contoh, keharusan untuk
melakukan observasi perhitungan fisik persediaan), atau yang ditetapkan oleh
instansi lain yang berwenang yang belum termasuk pada (c) dan (d) diatas.
Tentukan
prosedur-prosedur untuk menentukan kesesuain dengan penyajian dan pengungkapan
menurut prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum.
5.
Program Audit Dalam
Penugasan Pertama
Dua hal yang
memerlukan pertimbangan khusus dalam merancang program audit untuk audit
sebagai penugasan pertama :
a)
Penentuan ketetapan saldo-saldo awal rekening pada periode
yang diaudit.
b)
Penentuan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan
pada periode yang lalu sebagai dasar untuk menentukan konsistensi penerapan
prinsip tersebut pada periode berjalan.
6.
Program Audit Dalam Penugasan Ulang
Dalam
penugasan ulang, auditor memiliki akses pada semua program yang digunakan pada
periode yang lalu dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut.
Setrategi awal biasanya ditetapkan auditor berdasarkan asumsi bahwa tingkat
risiko dan program audit untuk pengujian substantif yang digunakan pada periode
yang lalu akan tetap digunakan pada periode berjalan. Oleh karena itu, program
audit untuk penugasan tahun berjalan sering kali disusun sebelum auditor
menyelesaikan kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern.
E. Pertimbangan-pertimbangan
Khusus dalam Perancangan Pengujian Substantif
Berikut adalah pertimbangan-pertimbangan khusus dalam perancangan
pengujian substantif, yaitu:[21]
1.
Rekening-Rekening Laba-Rugi
Secara tradisional pengujian detil saldo rekening lebih
difokuskan pada rekening-rekening laporan keuangan yang disajikan dalam neraca
(rekening riil) dibandingkan dengan rekening-rekening laba rugi (rekening
nominal). Pendekatan ini efisien dan logis karena setiap rekening laba rugi
pasti akan terkait dengan satu atau lebih rekening neraca.
a)
Prosedur analisis untuk rekening-rekening laba-rugi
Prosedur analisis bisa menjadi alat auditor dalam
mendapatkan bukti tentang saldo-saldo rekening laba-rugi. Jenis pengujian
substantif bias digunakan secara langsung atau tidak langsung. Pengujian
langsung terjadi bila sebuah rekening pendapatan atau rekening biaya
dibandingkan dengan data yang relevan untuk menentukan kewajaran saldonya.
b)
Pengujian detil untuk rekening-rekening laba-rugi
Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analisis
dan dari pengujian detil atas rekening neraca yang berkaitan tidak mengurangi
risiko deteksi pada tingkat rendah yang dapat diterima, maka diperlukan
pengujian detil langsung atas asersi-asersi yang berhubungan dengan
rekening-rekening laba-rugi. Hal ini terjadi apabila :
1)
Risiko bawaan tinggi.
2)
Risiko pengendalian tinggi.
3)
Prosedur analisis menunjukkan adanya hubungan tidak
biasa dan fluktuasi tak diharapkan.
4)
Rekening memerlukan analisis.
Rekening-rekening yang biasanya membutuhkan analisis
terdiri dari :
a)
Biaya hukum dan honorarium konsultan
b)
Biaya reparasi dan pemeliharaan
c)
Biaya perjalanan dan representasi
d)
Gaji dan biaya direksi
e)
Pajak dan lisensi
f)
Biaya sewa dan loyalitas
g)
Biaya sumbangan
h)
Biaya advertensi
2.
Rekening-Rekening yang Berkaitan dengan Estimasi
Akuntansi
Estimasi akuntansi adalah perkiraan mengenai suatu
elemen laporan keuangan, pos, atau rekening yang terjadi bila tidak bisa diukur
secara pasti.estimasi akuntansi mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan
keuangan perusahaan. PSA No. 37, Audit atas Estimasi Akuntansi (SA
342.07) menyatakan bahwa tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi akuntansi
adalah untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk memberikan
keyakinan memadai bahwa :
a)
Semua estimasi akuntansi yang material bagi laporan
keuangan telah ditetapkan.
b)
Estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi
yang bersangkutan.
c)
Estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku dan diungkap secara memadai.
Untuk mengevaluasi kepantasan suatu taksiran
akuntansi, SA 342.09 menjelaskan bahwa auditor biasanya memusatkan terhadap
faktor-faktor asumsi kunci yang :
a)
Signifikan terhadap estimasi akuntansi
b)
Peka terhadap perubahan
c)
Penyimpangan dari pola histories
d)
Subjektif dan rawan terhadap salah saji serta bias
Bukti tentang kepantasan suatu estimasi bisa diperoleh
auditor melalui satu atau kombinasidari pendekatan-pendekatan berikut :
a)
Mereview dan uji proses yang digunakan oleh manajemen
dalam menyusun estimasi.
b)
Membuat ekspetasi terpisah tentang estimasi.
c)
Mereview peristiwa atau transaksi kemudian yang
terjadi sebelum selesainya pekerjaan lapangan.
Prosedur-prosedur yang dilakukan meliputi :
a)
Pertimbangan relevansi, keandalan, dan kecukupan data
dan faktor faktor lain yang digunakan manajemen.
b)
Mengevaluasi kepantasan dan konsistensi asumsi-asumsi.
c)
Mengerjakan ulang perhitungan yang telah dilakukan
manajemen.
3.
Rekening-Rekening Berkaitan dengan Transaksi dengan
Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa
Tujuan auditor dalam pengauditan atas
transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan
istimewa adalah untuk mendapatkan bukti mengenai tujuan, sifat, dan luasnya
transaksi ini serta dampaknya terhadap laporan keuangan. PSA No. 34, Pihak
yang Mamiliki Hubungan Istimewa (SA 334.09) menyatakan bahwa pengujian
substantif harus meliputi hal-hal berikut :
a)
Memahami tujuan transaksi dari usaha.
b)
Memeriksa faktur dan mereview surat perjanjian,
kontrak, dan dokumen relevan lainnya.
c)
Menentukan apakah transaksi telah disetujui oleh dewan
komisaris, atau direksi atau pejabat yang berwenang.
d)
Melakukan pengujian kewajaran terhadap jumlah yang
diungkapkan, atau yang dipertimbangkan untuk diungkapkan dalam laporan
keuangan.
e)
Mengatur audit atas rekening koran antar perusahaan
yang dilaksanakan pada tanggal yang bersamaan.
f)
Menginspeksi atau mengkonfirmasi dan memperoleh
keyakinan atas nilai, dan mudah atau tidaknya jaminan dialihkan.
BAB III
KESIMPULAN
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan
menemukan salah satu material yang ada dalam sebuah asersi. Risiko ini berasal
dari adanya kemungkinan akuntan tidak menemukan kesalahan atau penyelewengan
yang sifatnya material sewaktu melaksanakan audit.
Sedangkan Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk
menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor
sebagai komponen keempat atau terakhir dalam penetapan strategi audit awal
untuk suatu pernyataan/asersi. Merancang pengujian substantif meliput: Sifat,
Waktu, Luas Pengujian, Penentuan staf audit. Penentuan risiko deteksi yaitu
melalui:
1.
Evaluasi atas rencana tingkat pengujian substantif
2.
Merevisi Rencana Risiko Deteksi
Tujuan suatu audit laporan keuangan secara keseluruhan
adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah disajikan
secara wajar. Berikut adalah
pertimbangan-pertimbangan khusus dalam perancangan pengujian substantif, yaitu:
1.
Rekening-Rekening Laba-Rugi
2.
Rekening-Rekening yang Berkaitan dengan Estimasi
Akuntansi.
3.
Rekening-Rekening Berkaitan dengan Transaksi dengan
Pihak yang Memiliki Hubungan Istimewa
[1]Randal J.
Elder, dkk. Jasa Audit dan Assurance:
pendekatan terpadu (Adaptasi Indonesia). Jakarta: Salemba Empat. 2011. Hal:
316
[2] Randal J.
Elder, dkk. Jasa Audit dan Assurance:
pendekatan terpadu (Adaptasi Indonesia).Loc, cipt, hal: 333
[3]Sofyan
Syafari Harahap. Auditing Perusahaan
Kecil. Jakarta: Bumi Aksara. 1995. Hal: 114
[4] Alvin A.
Arens, James K. Loebbecke. Auditing :
suatu pendekatan terpadu. Jakarta: Erlangga. 1995. Hal: 440
[5]
http://markdebie.blogspot.co.id/2011/04/resiko-deteksi-dan-perancangan.html,
jumat: 09-september 2016, 21:52
[6]Sofyan
Syafari Harahap. Loc, cipt, hal: 115
[7]Theodorus
M. Tuanakotta. Berfikir kritis dalam
Auditing. Jakarta: Salemba Empat. 2002. Hal:
[8] Theodorus
M. Tuanakotta. Loc, cipt, hal: 576
[9]http://falahbilayudha.blogspot.co.id/2013/04/resiko-detektif-dan-perancangan_8096.html,
jumat: 09-september 2016, 21:53
[10]http://markdebie.blogspot.co.id/2011/04/resiko-deteksi-dan-perancangan.html
jumat: 09-september 2016, 21:52
[11]http://husainrasis.blogspot.co.id/2014/01/risiko-deteksi-dan-perancangan.html
jumat: 09-september 2016, 22:01
[12]http://falahbilayudha.blogspot.co.id/2013/04/resiko-detektif-dan-perancangan_8096.html
jumat: 09-september 2016, 21:53
[13]http://markdebie.blogspot.co.id/2011/04/resiko-deteksi-dan-perancangan.html,
jumat: 09-september 2016, 21:52
[14]http://falahbilayudha.blogspot.co.id/2013/04/resiko-detektif-dan-perancangan_8096.html,
jumat: 09-september 2016, 21:53
[15]http://markdebie.blogspot.co.id/2011/04/resiko-deteksi-dan-perancangan.html,
jumat: 09-september-2016, 21:52
[16]http://markdebie.blogspot.co.id/2011/04/resiko-deteksi-dan-perancangan.html,
jumat: 09-september 2016, 21:52
[17]http://husainrasis.blogspot.co.id/2014/01/risiko-deteksi-dan-perancangan.html,
jumat: 09-september 2016, 22:01
[18]http://husainrasis.blogspot.co.id/2014/01/risiko-deteksi-dan-perancangan.html,
Jumat: 09-september-2016, 22:01
[19]http://husainrasis.blogspot.co.id/2014/01/risiko-deteksi-dan-perancangan.html,
Jumat: 09-september-2016, 22:01
[20]http://markdebie.blogspot.co.id/2011/04/resiko-deteksi-dan-perancangan.html,
Jumat: 09-september-2016, 21:52
[21]http://markdebie.blogspot.co.id/2011/04/resiko-deteksi-dan-perancangan.html,
Jumat: 09-september-2016, 21:52
infonya jelas sekali makasih ya kak
BalasHapusexcavator indonesia